Minggu, 29 November 2009

POLRI VS KPK



JAKARTA - Babak baru 'Cicak Vs Buaya' kembali dimulai. Sekilas kata-kata itu mirip dengan film animasi anak-anak. Tapi, Cicak lawan Buaya ini bukan sebuah film melainkan kisah nyata. Dua lembaga yang dianalogikan dengan dua binatang petelur itu.

Pertarungan "Cicak lawan Buaya" diawali statemen Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Pol Susno Duadji yang merasa tersinggung dengan aksi penyadapan terhadap handphone pribadinya. Ketika itu, Susno mengistilahkan cicak untuk lembaga anti korupsi (KPK) yang menyadap telepon pribadinya. "Masak cicak kok berani lawan buaya," kata Susno ketika itu.

Ternyata ketegangan cicak dan buaya tak berhenti sampai di situ. Kini ada tindakan kejut lanjutan yang dilakukan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri yang melakukan pemeriksaan terhadap delapan pejabat KPK sekaligus. Kabiro Hukum KPK, Chaidir Ramli menuturkan pemeriksaan pimpinan dan staf KPK oleh penyidik Bareskrim Mabes Polri terkait dengan dugaan penyalahgunaan kewenangan KPK.

Penyalahgunaan kewenangan tersebut, kata Chaidir terkait dengan perintah KPK kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk menerbitkan surat cegah tangkal (cekal) terhadap jajaran Direksi PT Masaro Radiokom termasuk Anggoro Widjojo. KPK sendiri melakukan pencekalan terhadap Anggoro pada 22 Agustus 2008, karena KPK menengarai Anggoro terlibat dalam perkara suap proyek pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan.

Kemudian KPK meminta perpanjangan surat cekal bagi Anggoro selaku Direktur Utama, Putronevo (Direktur) dan David Angkawidjaja (Direktur Keuangan). Surat permohonan perpanjangan cekal tersebut dikirim ke pihak imigras pada 13 Agustus 2009. Lantas imigrasi memperpanjang pencekalan bagi ketiga bos PT Masaro ini hingga Agustus 2009.

Kasus ini bermula ketika Ketua KPK non aktif Antasari Azhar menuliskan pengakuan alias testimoni mengenai pembicaraannya dengan Anggoro Widjojo di Singapura. Isinya adalah pengakuan Anggoro telah menyetor uang Rp5,15 miliar kepada pejabat KPK untuk menghentikan pengusutan kasus suap SKRT yang ditangani komisi antikorupsi. Namun, uang tersebut tidak langsung diserahkan ke KPK melainkan melalui perantara Ari Muladi. Ari sendiri sudah ditetapkan Mabes Polri sebagai tersangka penipuan dan pemerasan terhadap Anggoro.

Perkembangan kasus berlanjut, pimpinan KPK menggelar jumpa pers pada Kamis 6 Agustus 2009. Pimpinan KPK yang hadir saat itu yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto dan Mochammad Jasin menegaskan jajaran komisinya tidak pernah menerima suap dari Anggoro. Ketiganya menilai testimoni yang dibuat Antasari hanyalah sebuah fitnah untuk menyeret mereka dalam kasus hukum.

Dituduhkan Antasari melalui testimoninya, KPK telah menghentikan pengusutan suap PT Masaro, mengembalikan barang bukti sitaan dari PT Masaro serta mencabut surat cekal bagi Anggoro. Ini dilakukan KPK, lanjut Antasari, karena mereka telah menerima suap dari Anggoro. KPK pun membantah hal tersebut. Penanganan kasus suap SKRT, kata pimpinan KPK tetap dilanjutkan, bahkan perburuan Anggoro yang diduga kabur ke luar negeri terus dilakukan dibantu oleh Interpol.

Terkait tuduhan tersebut, KPK kemudian mendapati beredarnya surat pencabutan cekal palsu. Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah saat itu mengatakan, surat tersebut diduga digunakan sebagai dasar bukti pembenaran mengenai penghentian penyidikan kasus SKRT yang dilakukan KPK karena telah menerima uang suap dari Anggoro.

"Itu surat palsu. Kita minta kepolisian menindaklanjuti siapa yang membuat dan tujuannya apa?" kata Chandra di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 6 Agustus, 2009.

Chandra menambahkan, terdapat perbedaan mendasar antara surat palsu yang ditemukan dengan surat resmi yang dikeluarkan KPK. Pertama, logo KPK di surat palsu diposisikan pada pojok kiri atas surat. Sementara yang asli berada di tengah surat. Kedua, kata 'pemberantasan' pada kalimat KPK diberi warna merah. "Yang asli, tidak berwarna merah," kata dia.

Ketiga, surat tersebut tidak diberi keterangan pada bagian penjelasan dan dibubuhi tanda tangan palsu Chandra M Hamzah. Surat yang ditandatangani tanggal 5 Juni 2009 tersebut berisi pencabutan surat cegah tangkal saudara Anggoro Widjojo dengan surat perintah penyidikan bernomor Sprint Dik 31A/01/VI/2008 tanggal 30 Juni 2008. KPK kemudian meminta polisi menindaklanjuti keberadaan surat palsu tersebut.

Kemarin tiga staf KPK diantaranya, Kepala Biro Hukum Chaidir Ramli, Direktur Penyelidikan KPK Iswan Elmi, Satgas Penyelidikan KPK Arry Widiatmoko diperiksa Mabes Polri. Chaidir mengaku dalam surat pemanggilan, dirinya diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan pimpinan KPK berinisial 'CMH'. Akankah pimpinan KPK dijerat oleh surat cabut cekal palsu tersebut? Kita tunggu saja.


Kasus Bank Century jadi rame karena banyaknya Cicak dan Buaya di sana yang akhirnya mereka juga berantem sehingga menjadi pertarungan yang sengit. Dengan segala kekurangannya Cicak menyatakan berani lawan Buaya yang kita tahu sangar dan garang. Tapi sebenarnya siapa dalang dari istilah Cicak vs Buaya itu…?

Saya juga baru tahu ternyata istilah Cicak vs Buaya produk oknum polisi toh (wekekekek maklum agak lemot dengan yang namanya Cicak vs Buaya… :lol: ) tapi ya itu kapolri bilang itu hanya oknum bukan polri. Kapolri juga katanya meminta maaf karena istilah tersebut membuat beberapa kalangan merasa gerah.

Masa sih kayaknya oke-oke aja tuh. Malah pertarungan jadi lebih seru karena istilah tersebut. ya gak…..?

Ini dia beritanya yang saya kutip dari erabaru.net

JakartaKapolri, Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri mengakui bahwa istilah Cicak vs Buaya dikeluarkan oleh oknum Jenderal Polisi. BHD pun menekankan bahwa istilah itu hanya istilah oknum. Menurutnya, istilah itu tak pernah dipakai dalam proses hokum di Polri.

Bambang Hendarso pun meminta agar media massa tidak membesar-besarkan istilah ‘buaya’ dan ‘cicak’ sebagai istilah Polri vs KPK.

Pernyataan tersebut disampaikan Kapolri dalam pertemuan dengan Pemimpin Redaksi sejumlah media massa di kantor Menkominfo, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin (02/11).

Pada kesempatan tersebut Kapolri meminta maaf karena istilah tersebut membuat sejumlah kalangan merasa gerah.

“Kami mohon maaf. Sebutan itu muncul dari anggota kami. Saya berharap agar istilah cicak-buaya jangan diteruskan. Karena sebenarnya kami menjadi bagian itu,” ujar Kapolri, Bambang Hendarso Danuri.

Kapolri pun mengaku merasa tidak enak dengan adanya istilah tersebut. Sebab Polri sesungguhnya bagian dari KPK.

“Ada banyak anggota Polri yang menjadi penyidik di KPK. Termasuk beberapa orang perwira bintang satu dan bintang dua,” sambung BHD.

Istilah Cicak dan buaya ke luar dari mulut Susno saat kasus Bank Century mencuat. Saat itu Susno mengaku disadap KPK, sehingga membuat Susno geram.

“Cicak kok mau melawan buaya,” ujar Susno kala itu.

Cicak adalah istilah Susno untuk KPK dan buaya istilah untuk kepolisian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar